Mar 29, 2018

Buku Kita

Aku mau cerita tentang buku. Buku yang kalau secara literal bisa dibilang buku saku karena dia berwujud layaknya sesuatu yang bisa dimasukkan ke sakumu. Dia bukan sebuah panduan, maka tidak menjadi penting bagiku dan kamu untuk selalu siap sedia menyertai dia dalam hari-hari kita.

Tapi jikalau kita mau berkontempelasi sedikit untuk mencari inspirasi dari cerita duka seseorang, boleh kita mulai membacanya kembali. Sesederhana itu, tanpa keterpaksaan kita boleh jadi mendapat hikmah. Bukan soal menjadi senang karena penderitaan orang lain, melainkan menjadi ingat bahwa tidak ada yang akan lebih menderita dibandingkan orang-orang yang saat sudah terpanggil namun tidak tergerak.

Buku berbalut hitam itu merupakan buah dari percakapan kita pada suatu malam. Aku bilang ada sesuatu yang indah namun tidak aku pahami dan kamu berniat mengetahuinya. Tidak tahu mengapa Tuhan begitu cepat beri jalan untuk aku menjadi mengerti sepenuhnya.

Kamu dipertemukan langsung dengan buku itu dan ingin aku yang memahami keindahannya lebih dahulu. Tuhan selalu baik. Buku itu sampai ditanganku. Keindahan yang terselip di sela-sela hari sulit sekelompok orang jadi hal utama yang perlu kita maknai. Maka aku menutur banyak hal padamu supaya kita jadi cepat belajar.

Buku ini pula yang berhasil buat aku percaya bahwa kamu punya tekad baik untuk belajar bersama. Juga hal yang buatku mau tetap membaca walau kereta listrik padat. Buku yang buat temanku bertanya seberapa serunya itu karena aku tetap membaca saat satu angkutan kota dengannya. Buku yang dengan ringan aku beri kesan sangat baik saat teman yang lain bertanya. Juga buku yang sampai saat ini masih di tangan teman yang lainnya lagi padahal sudah lebih dari satu tahun sejak kali pertama dia meminjam.

Itu buku kita.

Aku punya harapan. Agar kita tetap mau memaknai hal-hal dalam hidup kita. Sebagaimana buku itu berjudul.

p.s.
Ciao.

Afi Wiyono

Haya/Afi| 2008-2022