Aku menjalani hari buruk. Sedang sulit-sulitnya menyatukan pundi-pundi semangat, guru di kantor tiba-tiba jadi orang paling senang merengek. Minta digaspol! Huhu.
Sampai detik hampir jam pulang saja masih minta ini-itu yang harus jadi ini-itu saat itu juga. Sampai rela aku turun delapan lantai supaya jauh-jauh dari pengaruh negatifnya.
Tetapi, hari buruk tidak lantas buatku jadi orang paling berduka.
Aku tahu ada gempa di Palu lebih awal dibanding teman-temanku, keluargaku. Soalnya kenapa? Ada korban yang panik di hadapanku saat aku hendak naik delapan lantai, kembali ke tempat duduk di samping orang yang sedang beracun-beracunnya.
Korban yang panik karena bukan ada di tempat kejadian, melainkan di lantai 9 sebuah gedung di kawasan Mega Kuningan. Rumahnya hancur, keluarganya tidak bisa dihubungi, harinya lebih buruk dari hariku.
Mas, aku turut berduka cita.
P.s.
Saat meluncur turun dari lantai 17 ke lantai dasar seusai jam kerja, kucoba memulai obrolan kasual namun informatif kepada orang paling toksik sedunia pekan ini: "Pak, ada tsunami di Palu. Ada orang kantor yang keluarganya jadi korban," ucapku.
Dia balas apa?
"Ah, jauh ini."
Cukup sudah.
.
Mas, aku turut berduka cita.
Afi Wiyono