Salah sendiri berharap pada sayuran yang sudah dipanen dan dipotong-potong sesuai keinginan target pasar secara umum. Memang, memang itu salahku kalau bagimu itu kesalahan.
Hariku masih pagi. Masih 9.37 pagi di tempatku.
Orang-orang di ruanganku semua pakai baju nuansa hitam. Bajuku abu-abu, ada bunga warna biru muda, tetapi kerudungku hitam. Tidak perlu dipermasalahkan sama sekali, memang.
Yang perlu dipermasalahkan pagi ini ialah aku.
Aku, yang katanya hari ini ingin menyiram semangat yang sudah dipupuk sejak hendak melangkah ke luar kamar untuk memulai aktivitas malah sudah secara sadar memutar lagu "Apatis" milik Benny Sobardja sebanyak 5 kali berturut-turut sambil meresap-resapi di meja kerja.
Yang aku siram malah benih rasa mentok, rasa putus asa, dan rasa tidak mau berusaha yang selalu ada tersempil di sebuah tempat setiap harinya. Hari ini dia muncul tiba-tiba saat aku baca tulisan tentang bagaimana buku Mustika Rasa, yang didaulat menjadi buku masak nasional pertama Indonesia (dan dikritik karena lebih cocok disebut sebagai buku masak regional) alih-alih hanya penutup isu pangan yang besar di Indramayu saat itu. Aku belum lahir saat itu, tahun 1967 dan mana aku tahu kebenarannya.
***
Kadang mau menyerah saja menjadi manusia yang serba terbatas rasa tahunya. Aku ingat sih, katanya memang Tuhan memberi porsi ketidaktahuan--yang membuat porsi lebih-tidak-pasti pada masa mendatang lebih banyak--karena manusia tidak cukup kuat untuk mengolah terlalu banyak hal. Manusia dikasih rasa tahu sedikit saja rasanya mau mengontrol semua. Itu juga kewalahan melulu.
Apalagi kalau tahu banyak.
Ya sudah, diterima saja.
..sudah lahir, sudah terlanjur
mengapa harus menyesal?
-- Benny Soebardja dalam Apatis (1978)
Semangat dong,
Afi Wiyono
p.s. beneran nih bocoran soal masa depanku bukan dikucurkan hari ini? Dagdigdug dan selalu penasaran.