Rasanya aku nggak kuat untuk hadir dan berperan aktif jadi makhluk sosial. Aku gentar untuk melanjutkan peranku sebagai individu untuk diri sendiri, apalagi bagi orang lain.
Perasaanku kayak lagi diundi. Dalam 15 menit, bisa tiga emosi muncul silih berganti. Marah, senang, sedih. Kenapa ya, kewalahan sendiri? Kalau boleh pilih sih, tentu aku mau senang saja.
Jadi manusia terkadang masih susah juga buatku. Aku mau kabur. Nonaktif sama sekali. Nggak apa-apa keanggotaanku dicabut untuk satu-dua jam.
Tapi nggak begitu cara mainnya.
Barang sedetik pun nggak bisa aku ganti entitas. Cara mainnya ya tinggal dijalani saja. Kalau marah, ya kelola saja sampai reda. Kalau sedih, ya boleh mau pasang muka paling jelek sedunia. Kalau senang, tentu aku hobinya senyum sebanyak-banyaknya.
Maka aku tarik nafas panjang.
Lalu bersedih.
Kemudian aku berdiri. Pergi ke toilet.
Ada cermin, lalu aku marah. Alasannya jelek pula: aku marah soalnya emosiku nggak bisa dipilih.
Aku tarik nafas lagi. Meyakinkan diri kalau aku bisa lanjut berfungsi. This too shall pass.
Aku coba libatkan si Yang Maha Pemilik Perasaan. Mohon-mohon supaya aku nggak kepikiran kabur. Minta ditemani.
Selanjutnya aku kembali ke kursi.
Lalu bisa pasang senyum.
Ternyata senyumnya berlanjut untuk sisa hariku. Kayaknya aku benar-benar ditemani deh, hehehehehe.
Manusia lemah.
Aku.
Do(es) God really play the dice?
Ndak tahu,
Afi Wiyono.