Curang. Kenapa sih untuk sampai kepada hal-hal yang aku mau harus melalui pos-pos yang cukup aku benci?
***
Antiklimaks banget ini mohon maaf lagi nulis sambil nangis di taman Dijkgraaf tiba-tiba disamper mas-mas bawa anjing kucluk-kucluk nanya "Can I share the bench?", aku angguk tanda setuju, lalu dia duduk dan ngerokok.
Aku familiar sama orangnya. Cukup sering papasan kalau jalan sore di taman. Selalu aku menghindar dari dia. Soalnya sekali waktu aku liat dia ngorek-ngorek tempat sampah di taman. Maafin, aku merasa nggak aman kalau harus interaksi sama dia. Tapi sekarang aku malah berbagi bangku taman.
Barusan dia ngelemparin telur satu per satu ke kolam. Jumlahnya satu pack, isi enam.
Terus sesekali dia menoleh ke aku. Mencoba ajak ngobrol? Aku nggak yakin juga.
Sekarang dia lagi berdiri, putar-putar di tempat. Lalu, duduk lagi.
Aku tanya nama anjingnya. Max, katanya. Warnanya coklat tua merata. Endus-endus terus. Beberapa kali talinya ditarik kencang sama masnya.
Aku rasa udah waktunya aku pulang, deh?
Aku udah pamit sama Max dan masnya.
***
Maka demikian sesi menangis dua tetes dan menulis dua kalimat yang diniatkan untuk ekspresi sedih karena Ilham mau pulang dalam hitungan hari sejumlah jari--jari tangan dan jari kaki digabung.
Ya nggak apa-apa. Nangis banyaknya udah semalam.
P.s. bonus foto Max. Aku izin boleh ambil foto Max atau nggak, katanya boleh. Aku kayaknya kalau Ilham pulang tetap baik-baik aja deh? Ada Max dan orang yang nggak dikenal, juga orang-orang lain yang kukenal.
Hehehehe.
Huhuhu,
Afi Wiyono