Feb 5, 2017

Saya dan Ujian

Sedang ingin menganggap diri sebagai "saya".

Tadi saya baca-baca tulisan lampau tahun lalu. Kontennya buruk, redaksinya juga sih he he. Ya tapi ya, ada keuntungannya juga bisa menarik garis-garis nggak lurus lewat titik-titik yang letaknya nggak beraturan. Terus ternyata hidup saya memang nggak berpola.

Hidup siapa yang berpola?

Saya lagi nggak mau jawab pertanyaan sih. Saya mau curhat yang kira-kira bisa dicurhatin via blog. Yang nggak bisa dicurhatin juga ada. Lah, malah curhat.
Semoga ini jadi titik berikutnya.

Sebagai manusia yang tempatnya alpha, megah, gundah gulana, dan tinggal di dunia yang fana, penuh tipu daya, dan pura-pura pada masa yang semakin berjarak dari awal penciptaan semesta, saya harus akui mudah sekali menjadi sedih.

You tell me lah, apa? Afi penggembira? Afi susah sedih? Afi senyum terus? You tell me.

Ucapan itu do'a sih saya aamiinin aja deh. Sini kamu bantuin saya aamiinin. Tapi ya, menjadi manusia memang banyak lika-likunya. Udah jelas kok, memang hidup di dunia ini isinya ujian. Either senyum saya atau sedih saya, bisa jadi keduanya memang ujian. Bukan bisa jadi sih, memang ujian. Lulus atau nggaknya bukan kamu yang nentuin yah, bukan saya, bukan orang terdekat saya kayak Mama dan Ayah. Yang berhak nentuin ya, yang ngasih ujian.

Sebagai manusia saya membekali diri sesuai kemampuan sekaligus meningkatkan kemampuan biar dalam menjawab ujian-ujian jadi lebih lancar. Saya merasa ini yang ngasih ujian sungguh super-Mahabaik karena sebuah ujian dimungkinkan untuk remedi berkali-kali. Jadi, bisa tuh kelihatan progress-nya. Semoga saya nggak keledai-mode-on yang jatuh ke lubang dua kali. Apalagi tiga kali dan sekian-banyak kali.

Yang ngasih ujian juga Mahaadil banget, jadi proses itu yang diliat. Senang sama peserta ujian yang mau usaha, belajar, dan masih tetap bisa sayang sama mereka yang kadang nyeleneh. Dia juga paling memahami kemampuan peserta ujian yang emang ceritanya beda-beda. Jadi, cara pikirnya beda-beda. Nilainya juga bisa jadi beda. Itu tuh yang nggak bakal dikasih tahu.

Ya udah. Kalau mau membahas segala sifat baik tentang Penguji ini pasti panjang banget. Dan mengenali Penguji ini juga termasuk salah satu ujian untuk tiap peserta.

Jadi, ini kayaknya tulisan induktif nih. Inti tulisan kali ini di belakang nih sebentar lagi mau diomongin.

Jadi ya, beberapa waktu belakangan Sang Penguji ini sedang menguji saya tentang modul menata hati. Modul kedewasaan part ke-sekian dalam hidup dan modul kerelaan atau keikhlasan juga. Wah, banyak nih ujiannya. Terus ngeh banget gitu loh, bekal saya masih kurang banget dan kayaknya saya nilainya kurang bagus di sesi ini. Saya butuh remedi kayaknya nih, semoga dikasih kesempatan yah. Dan semoga direview juga yah di bagian mana cacat-cacat saya biar bisa jadi lebih baik.

Terus.
Kadang kalau lagi ujian peserta tuh emang suka ngeluh, drama, melankolis kayak nggak mampu. Matamu. Penguji tuh tahu benar kemampuan kita.

Tapi,
sekarang saya lagi menjadi manusia, menjadi peserta yang suka ngeluh, drama, dan melankolis kayak nggak mampu itu.
Gini keluhannya: Ya Allah, aku patah hati huhuhuhu gampang rindu sama ciptaan-Mu. Sedih banget rasanya. Terus aku jerawatan juga banyak banget kenapa ini kenapa???

HA? HAHAHAHAHAHA.
dah gitu aja deh.

But, that is fine tho. Ku akan belajar lagi biar lebih bisa di ujian berikutnya. Terima kasih, Penguji, Mahabaik, Mahabijaksana, Hakim Mahaadil! Jangan lepasin hamba-Mu ini, yah!

****
ditulis saat rehat sejenak karena Ayah mau minum kopi. Lalu, sesaat kami melanjutkan perjalanan, kami diperlihatkan seseorang yang sudah berakhir ujian di dunianya. Ada kecelakaan. Jadi, waktu ujian kita memang nggak ada yang tahu berapa panjang. Semoga Allah mengampuni segala dosanya.

Haya/Afi| 2008-2022