Jul 12, 2017

Lucu sih nemu ini di draft. Nggak lucu, ya?
Lucu soalnya abis itu saya tidur lelap.
Selamat jaga muncungmu.

***

"Dalam dua bulan terakhir, Bapak A merasa mengalami perjalanan spiritual"
Lalu ruang komentar headline tersebut ramai cercaan. Sok religius lah, kena sihir lah, nggak rasional lah, you name it lah. Politik dipisah dong sama agama. Jangan dipolitisasi dong agamanya. Wah menyedihkan ya menjual agama demi jabatan.
People, really?
Orang ngakuin abis ngerasa kayak perjalanan spiritual diejek. Ya aneh sih kedengerannya. Ngerti politik nggak sih. Gitu kan? Mau nanya gitu kan? Kok politisi tapi ngomongnya mistis?
Aku nggak punya pakem terhadap preferensi politik. Aduh, apa coba. Tapi Ayah bilang, politik itu bukan soal cakupan masyarakat luas doang. Pernah kusinggung juga di tulisan lampau bahwa kita bahkan bisa berpolitik dengan diri sendiri. Me versus me juga.

Bahasa lainnya siasi, siasat, ya kenal lah telinga kita sama kata itu. Menurutku, bermain siasat dengan diri sendiri ini emang susah dijelasinnya. Me versus me *diulang* . Contohnya ya kayak perjalan spiritual. Wah dimanakah siasatnya?
Ah, ngantuk.





Pada akhirnya, menurutku si Bapak A yang dianggap out of mind, so unconscious-driven, adalah orang yang rasional. Soalnya dia bisa bagi jatah diri untuk mengakui kebenaran yang hqq (dibaca: hakiki) soalnya sumbernya dari ajaran yang dipercayai sebagai landasan hidup, bernegosiasi dengan egonya, dan beretorika terhadap pihak luar yang cuman kepo-kepo aja gitu. Si Bapak punya sistem untuk dirinya sendiri. Karena dia tau, power supply dia ya diri sendiri. Dan menyadari bahwa individu lain tidak mencakup otoritasnya. Jadi, bebas deh mau cakap apa muncung orang lain tu.
Begitu deh.

Perjalanan spiritual kesannya kayak hal menjurus ke syirik padahal mah itu cuman citra dari kata "spiritual" aja sih.
Sumpah ngantuk.
Haya/Afi| 2008-2022