Jul 13, 2017

Yang Pasti Pasti

Siang tadi saya turut serta ke daerah Banten untuk bersilaturahmi. Mengunjungi adiknya Abah yang kini sudah tidak bugar lagi.

"Matanya udah nggak jelas. Remang,"
"Iya Ki,"

Si Aki dari lahir hingga kini entah berapa usianya menetap di desa. Mengisi hidupnya menjadi orang yang peduli dengan urusan yang ditinggal saudara-saudaranya yang pergi ke kota. Saat bugar, Aki mengajak saya ke ladang mentimun (atau ketimun, ya?) dan beliau sesehat itu hingga membawa sendiri hasil panennya yang berat.

Aki pernah sangat bugar. Lalu, saya bertanya pada diri sendiri: "Apakah menjadi tua dan renta itu pasti?"
Lelah, saya yakin. Bertahan dengan mata rabun yang tidak bisa diringankan dengan kacamata. Bertahan dengan kaki gemetar 24 jam.

Saat sedang bergumul dengan pikiran itu, Ayah mengajak saya melihat makam Abah. Dimana?

"Itu, yang tertutup banyak rumput. Bagian batu itu bagian kepala Abah,"

Cukup sudah mempertanyakan soal menjadi tua dan renta. Yang itu tidak pasti dan saya tahu itu.

Hal pasti yang pasti (eh? hehehe?): Mati. Abah sudah lebih awal. Kita menyusul. Yang biasa merawat makam Abah sudah menyusul. Makanya rumput dan tumbuhan liar sangat banyak padanya.

Saya belum tentu mengalami yang Aki alami: menjadi tua dan renta. Saya akan seperti Abah: pergi menyudahi yang fana dan pura-pura.

Halo, kamu yang baca. Kamu juga.
Semoga kita pergi dengan cara yang baik. Katanya itu perlu diusahakan, bukan kebetulan.

Salam,
Afi.

p.s. Bonus foto tempat Abah kini. Oh Allah, ampuni dosa-dosanya. Terangi kuburnya.

Haya/Afi| 2008-2022