Oct 9, 2017

Tentang Ambisi

Makan sushi 6 piring.
Makan es krim isi kacang merah.
Minum air mineral kurang lebih 500 mililiter.

Banyak juga asupan saya dalam 2 jam terakhir ini.

Lalu sekarang sedang duduk di depan kafetaria kampus. Banyak mobil terlihat dari bangku sini. Tapi hanya ada beberapa orang yang hadirnya bisa saya rasakan. Iya, sedang libur nasional. Kampus jadi sepi.

Saya sedang merindu Ayah. Sayang sekali dalam 4 bulan ke depan harus menjalani hari tanpa Ayah dahulu. Sudah diputuskan bahwa kedua orangtua saya tidak akan datang berkunjung ke sini. Mau menabung untuk masa depan anaknya, katanya.

Iya, saya paham kok. Kita berjumpa awal Februari, ya? Semoga masih diizinkan sama pemilik kita.

Dingin sekali. Saya tidak bawa baju hangat. Hanya pakai baju katun. Hanya 23 derajat celcius sih, tetapi anginnya kencang. Saya rindu Ayah.

Makanya berjuang menahan angin sedari tadi karena saya butuh koneksi untuk memperbaharui perangkat lunak tablet saya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali saya rela menunggu unduhan dan pemasangan versi terbaru sistem operasi alat ini. Ada kali dua tahun?

Ya ampun, baru saja dijadikan topik tulisan. Layarnya menunjukkan bahwa prosesnya gagal. Haf.

Tapi saya merindu Ayah. Jadi, saya harus melakukan ini. Agar saya bisa menjalankan aplikasi perekam suara. Di situ ada suara Ayah sedang melantunkan lagu-lagu yang kami berdua sukai. Saya yang main piano, Ayah yang bernyanyi. Dan melawak. He he. Suara Ayah mirip suara Fariz RM.

Aplikasi perekam suara terbaharui secara otomatis dua hari lalu. Sejak saat itu ia tidak bisa dijalankan karena punya fitur yang menyaratkan sistem operasi terbaru. Jadi, karena saya merindu Ayah, saya harus memperbaharuinya.

Jelas, manusia suka berusaha demi ambisi dan egonya, kan?

Ada banyak alasan mengapa kita melakukan sesuatu. Yang manusia lain tidak mau sibuk dan memang tidak harus sibuk dengannya. Termasuk kenapa Setya Novanto punya pribadi seperti "itu", juga kenapa Dwi Hartanto rela mengonstruksi kebohongan besar demi dianggap sebagai The Next Habibie. Kesal sih, tapi namanya juga manusia. Bagaimana ya?

Ya sudah, saya sibuk sama ambisi saya dahulu. Yang harus saya tempuh dengan kedinginan.

Dingin ini akan terbayar dengan suara Ayah yang bisa saya putar semalaman nanti. Oh iya, ditambah jahe hangat sepertinya. Semoga tidak masuk angin.

Semoga Ayah baik-baik saja!
Juga Mamaku yang besok akan mengulang hari lahirnya!
Ah! Rindu!

Salam,
Afi.

Haya/Afi| 2008-2022