Nov 8, 2018

Onto Discomfort

                       
Kemarin aku dapat kesempatan bangun tidur, lalu melaksanakan ritual seperti biasanya. Naik kembali ke tempat tidur, turun lagi, dan duduk di sajadah membelakangi kiblat. Aku mau mewarnai, tetapi terlebih dahulu buat lingkaran-lingkaran dengan berbagai ukuran.

Sejak awal prosesnya, aku tidak suka. Aku kesal sendiri saat membuat lingkaran karena sekumpulan lingkaran membuatku mual. Ah, tapi aku lanjutkan saja soalnya aku mau mewarnai.

Dilanjutkan dengan mempersiapkan cat jenis gouache yang kubeli 25 Agustus lalu. Pada proses mewarnai, aku nyatanya juga kesal. Soalnya aku salah langkah. 

Proses mewarnai sangat membebaniku, menyadari bahwa lingkaran coklat tidak punya akses seperti lingkaran biru. Lingkaran coklat hanya punya dua langkah soalnya dia yang paling akhir aku urusi, keburu mati langkah oleh lingkaran biru.

Lihat lingkaran hijau, dia yang jalan pertama kali, kubuat empat langkah sekaligus. Untung aku ingat ada warna lain yang perlu dipertimbangkan juga langkahnya agar bisa mencapai jalan kebebasannya. 

Lingkaran biru pertama adalah lingkaran kelima yang aku warnai, kubuat tiga langkah. Lihat, lihat, itu yang membuat lingkaran coklat tidak bisa melanjutkan jalannya. Saat itu juga aku sadar bahwa aku salah langkah, lalai melihat peluang untuk lebih banyak keberhasilan. Langkah lingkaran biru aku hentikan sejenak.

Kumulai peruntungan baru dengan lingkaran merah. Setelah langkah pertama, aku dihadapkan pada dua jalan sekaligus, dipaksa memilih bagaimana caranya semua jalan bisa terlewati. Ah, menyebalkan. Aku buat empat langkah, dengan langkah kedua ke percabangan sebelah kiri.

Pada prosesnya, aku berhenti sejenak dan kembali naik ke tempat tidur, menggerutu karena mewarnai lingkaran sangat menjemukan ditambah keputusanku yang tidak bijak pada pagi itu sehingga lingkaran coklat mati terkepung lingkaran biru dan gagal menemui jalan keluar.

Berapa lama sejenak itu? Terhitung delapan menit.

Aku kembali ke peperangan. Dengan lebih percaya diri dan mengenyampingkan rasa menyesal karena gegabah, aku buat semua warna mencapai jalan keluarnya. Hhhhhhhhhhh.

Selesai. Lumayan puas.

Proses hari kemarin merefleksikan bagaimana aku berusaha membuat kesepakatan hidup dengan segala pilihan yang aku punya, dengan segala pertimbangan minim yang aku buat, dengan keegoisanku dalam keinginan mengoptimasi sesuatu yang sudah aku mulai, dan dengan keinginanku untuk berhenti saat prosesnya masih berlangsung.

Aku seburuk itu, ya? Hehehehehehe.

Tapi, apa untungnya terus-terusan mengutuk? Terobos!


Hhhhhhhhhhh,
Afi Wiyono

P.s. Saat mewarnai, aku tidak pakai mukena. Aku pakai saat ingin berfoto saja, soalnya aku memang berniat untuk buat tulisan di sini dengan ilustrasi yang menyertakan wajahku.
Haya/Afi| 2008-2022