Tolong ucapkan selamat karena saya telah menemukan hambatan terbesar saya dalam berkembang menjadi sosok yang lebih solid. Entah apakah kata solid bisa mewakili maksud saya atau tidak, tetapi, hey, hambatan terbesarnya selalu tentang kelalaian merasa cukup dan bersyukur.
Semalam saya pulang lebih larut dari hari biasanya, karena harus menanti Ayah yang sedang bertemu temannya dan parkir di kantor saya. Beruntung rekan kerja dan tetangga kerja mau ikut menunggu padahal tidak dapat nasi padang dari Ayah seperti saya.
Sampai rumah, saya lekas bersih-bersih siap-siap tidur.
Siap-siap tidur?
Kesalahan saya setiap saat hendak tidur yang terencana adalah jarang mengucapkan syukur atas apa yang telah saya dapatkan dan tidak dapatkan.
Dalam waktu 90 menit, saya justru malah sibuk mengonstruksi apa-apa yang ingin saya dapatkan dan tidak dapatkan sambil melihat langit-langit yang gelap karena lampu kamar sudah dimatikan, sambil mendengar bunyi mesin pendingin ruangan, sambil menghirup wewangian yang saya semprotkan ke sprei bantal.
Alih-alih menyenangkan, saya lebih sering kembali berakhir tidur tanpa sengaja. Belum lagi kalau semua tiang-tiang konstruksi masuk ke alam mimpi. Mungkin sedikit menyenangkan kalau tiang-tiang itu kokoh dan bisa jadi bangunan yang diinginkan. Beberapa kali malah tiang-tiang itu melayang dan menambah deretan masalah yang harus saya selesaikan.
Memangnya apa yang kurang?
Rasa cukup dan rasa syukur, Hayah.
Uh,
Afi Wiyono.
P.s.
Hari ini saya bangun tidur dengan riang gembira, beranjak keluar rumah dengan semangat.