Saya mau cerita tentang teman saya yang suka tape singkong. Mengapa subjek ini menarik untuk diceritakan?
Sebelumnya, kamu para pembaca yang sudah tentu hanya beberapa lebih baik tahu ini terlebih dahulu. Ada 3 makanan yang seorang-Saya tidak sukai di dunia ini:
1. Tape singkong
2. Madurasa rasa jeruk
3. Daun yang katanya sih daun sakura yang rasanya seperti sabun Lux.
Pendidikan tentang konsep makanan oleh orangtua saya sejak saya MPASI membuat saya (harus) suka segala makanan. Soalnya, kata Ayah semua makanan punya perannya tersendiri, diciptakan dengan citarasa dan manfaat. Kata Mama, kalau pilih-pilih makanan nanti tidak bisa hidup. Konsep lainnya, yaitu kami anak-anaknya diberi pemahaman bahwa apa yang diciptakan di sekitar kami adalah yang paling pas untuk diri kami.
"Ini oyong bagus, seratnya bikin perut dingin," maka kami makan oyong.
"Ini ikan bandeng banyak duri tapi protein bagus. Ikan tuh bikin pinter," maka kami belajar memisahkan duri bandeng dan melahapnya. Sering kok tersedak, tapi ya itu kan bukan perkara besar, cuma duri bandeng.
"Ini bawang merah mentah enak biar nggak masuk angin," maka kami punya pikiran bahwa bawang merah memang bisa menjadi camilan.
"Ini madu mubarok warnanya hitam gini tapi manfaatnya banyak. Kesukaan Nabi nih madu," maka setiap hari saat saya kelas 4 sekolah dasar saya yang belum bisa menerima rasa dan teksturnya perlahan-lahan mulai menerima bahwa ya yang rasa dan teksturnya begitu ya makanan juga.
Pada akhirnya kami boleh menilai apakah ini hal yang disukai atau tidak. Tidak ada kata tidak suka kalau belum mencoba. Kalau pun tidak suka, ya mengapa? Lebih banyak keburukan yang ditimbulkan dari kebaikan?
Yaa, kira-kira begitu ya.
Soal tape singkong ini memang sulit dijelaskan. Setiap ada kesempatan menyantapnya, saya selalu berusaha untuk memberi kesan baik padanya. Tapi ya sesering saya mencoba, sesering itu pula saya memberi kesan bahwa saya tidak suka. Afi memang loser.
Makanya saya mau cerita tentang salah satu subjek yang suka tape singkong: sebut saja beliau "Mbak".
Mbak adalah tetangga saya di kantor. Oh iya, saya tuh ngantor di sebuah working space, jadi punya banyak tetangga. Salah satu kelebihan dari punya banyak tetangga dengan berbagai latar belakang pekerjaan adalah banyaknya topik pembicaraan pada tiap sesi makan siang. Mulai dari berbicara tentang ikan, tentang proyek MRT, tentang pertambangan, tentang keamanan pangan, tentang tanggung jawab sosial, tentang mengelola properti, dan lain sebagainya.
Mbak merupakan orang yang layak dimasukkan ke nominasi orang periang sedunia. Kalau Mbak hadir, rasanya hangat sekali. Mbak baik hati, suka mau dititipi jajan. Saya pernah sekali minta tolong dibelikan kolak pisang yang enak sekali, meski ternyata ada tape singkong di dalamnya..... Huhu, Mbak tetap baik di mataku!!
Mbak punya atasan orang Jerman yang selalu pulang di bawah pukul 5 sore. Atasan ini pula yang kadang membuat Mbak pusing. Sampai akhirnya suka mampir ke ruanganku untuk sejenak terhindar dari beban pekerjaan.
Suatu sore Mbak sangat pusing dan butuh rekreasi. Saya pikir rekreasinya hanya butuh haha-hihi. Ternyata Mbak butuh alkohol untuk mabu-mabu kecil. Agar bisa mabu-mabu kecil, Mbak memilih whisky atau soju. Saya kaget, sih. Yang begitu kok untuk taraf kecil, ya?
Maka pada sore itu, di ruangan saya Mbak meneguk bahan rekreasinya bertahap. Dimulai dengan "Afi, jangan dicontoh, ya" dan berakhir dengan "Panas ih badan gueeeee" dan tidur.
Hehehehe, Mbak :(
Mbak tidak melangsungkan aksinya seorang diri. Mbak ditemani tetangga lainnya. Bedanya, tetangga yang satu ini berakhir dengan "Hahahahahaha, udah ah aduh pusing".
Saat mereka mengakhiri sesi teguk meneguk, kebingungan saya masih berlangsung. Agak kurang percaya ternyata orang macam Mbak suka alkohol. YA PANTAS SAJA SUKA TAPE SINGKONG!!
Hehehehe, ya sudah.
Oh iya, kata Mbak, dia merasa akan berdosa saat akan memulai aktivitas rekreasinya sore itu. Saat sedang melangsungkan aksinya, Mbak juga sempat berkata "Aduh parah nih gue" sebagai tanda merasa bersalah. Pun pada akhirnya ia merasa bersalah dan berdosa, maka ia tetap sembahyang maghrib setelah mencoba melawan rasa telernya.
Manusia sering kali begitu ya: suka tape singkong dan mengkhianati nurani.
Pada kesempatan lain, Mbak mendapati saya tidak memakai kaos kaki di kantor. Lalu Mbak berteriak padaku: "Afi! Kaos kakinya mana?! Afi itu aurat! Dosa!"
Saya sontak terkejut dan merasa sangat bersalah. Pada saat yang bersamaan, saya merasa sangat bersyukur karena punya teman seperti Mbak yang mau mengingatkan dalam kebaikan. Saya berterima kasih pada Mbak karena sungguh baik mau menegur. Lalu, saya mengenakan kaos kaki.
Demikian kisah tentang Mbak. Sebagai simpulan, saya mau katakan bahwa pada kehidupan ini, kita memang suka memilih, suka memberi kesan, dan suka bersikap pada makanan hingga pada dosa-dosa.
Mbak, semoga kita sama-sama bisa melewati ujian, luv,
Afi Wiyono