Sejak memutuskan untuk menabung demi dapat kambing dalam sebulan sekaligus agar punya dana darurat kalau-kalau ingin menikah dalam waktu dekat, aku memilih moda transportasi bus Transjakarta untuk sehari-hari. Sebelumnya sih aku masa bodoh saja sama alternatif transportasi ke kantor. Pokoknya naik bus yang-itu-yang-eksekutif, bayar dengan harga tujuh kali lipat dari opsi yang paling murah, yakni Transjakarta.
Ya memang sih, hukum opportunity cost berlaku. Cuma kalau dipikir-pikir lagi terlalu tinggi besarannya kalau opsi ini mau dikombinasikan dengan rencana beli kambing huhu.
Terima kasih kepada kambing sudah jadi salah satu motivasiku untuk mau putar otak sehingga bisa melihat lebih banyak opsi di dunia ini.
Akhirnya, sejak dua bulan lalu aku melewati rute Transjakarta yang itu-itu saja: 7C-5D/7/5C-5A.
Kocek yang satu-per-tujuh ini bikin aku harus mau memiliki kemungkinan tidak duduk, empit-empitan, dan transit dua kali. Pagiku isinya Halte BKN dan Kampung Melayu. Dua wilayah yang sebelumnya haduuuh bagiku ini momok sekali. Tapi ternyata kalau dijalani baik-baik saja, tuh.
Terpaku pada 1 kombinasi koridor ini ternyata bikin aku melewatkan alternatif lainnya. Padahal ternyata ada sejumlah opsi lain lagi. Lagi. Lagi. Hhhhh.
Mulai awal pekan ini aku mencoba memberanikan diri memilih opsi lain. Ternyata sukses. Aku merasa punya banyak pilihan sekarang.
Cuma ada masalah lain lagi: aku kikuk saat opsi A, B, C secara bersamaan muncul. Waktu seakan membuatku risih karena menekanku. Katanya, "Afi, pilih apa? Ayo, ayo, tiga detik lagi semuanya hilang! Afi???".
Boom!
Benar saja semuanya hilang. Sial benar.
Jadi, ini kesimpulanku:
Saat aku berpaku pada satu hal, aku diejek oleh kesempatan-kesempatan lain. Saat aku merasa memiliki kesempatan-kesempatan, aku diejek oleh waktu yang cuma mampu menampung satu hal.
HAHAHAHAHA MELEDAK NEH.
Ya sudah. Memang begitu kali hidup. Ini baru soal transportasi pagi, belum tentang kambing, belum tentang soal yang lebih besar lagi.
Semoga sukses,
Afi Wiyono