Oct 14, 2015

Bus Kampus.

Mungkin iya, sebagian dari kita enggan untuk tahu lebih jauh akan hal-hal yang pada awalnya sudah dijauhi. Mungkin iya, di tengah jalan yang berbeda arah itu, kita justru gusar karena tidak punya alasan cukup kuat untuk menjauh. Menjauh dan tak acuh. Mungkin iya, di awal pemutusan itu kita tidak benar-benar menjadi diri sendiri. Kenapa harus ke kiri dan bukan kanan? Kenapa harus ke kanan dan bukan kiri?

Sejak segerombol orang yang kamu pikir terlalu-kamu itu ke kiri, kamu ikut ke kiri. Lalu, mereka tidak tepuk jidat, tidak gusar, tidak sekali pun berpikir untuk mencerna ulang apa yang kanan bisa beri. Makin angkuh menyetir diri dengan transportasi yang mereka namakan waktu dan ketidakingintahuan. Kamu jadi penumpang atau apa?

Lalu, sebagian ada yang gusar. Bukan artinya dia ingin ke arah lain. Bukan yang dari kiri ingin ke kanan. Atau sebaliknya. Yang gusar hanya ingin turun dari transportasi itu, ingin sejenak berhenti dan melihat dimana dia sekarang. Bukan ingin melihat sejauh apa dia sudah berjarak dari titik awal karena di awal pun dia lupa mulai dari titik mana. Karena bukan dirinya yang benar-benar merancang perjalanan ini dari awal. Lalu dia lupa, tetapi masih ada transportasi lain.

Yang di dalam alat transportasi mulai menggedor jendela. Ingin cepat-cepat sampai. Entah kemana. Ingin melanjutkan perjalanan dengan kecepatan supercepat. Sampai situ, kalau aku jadi 'Si Dia' yang gusar dan turun sejenak, akan kubiarkan alat transportasi dan orang di dalamnya melanjutkan perjalanan yang terkesan tergesa-gesa itu. Toh, aku bukan hadir untuk sekadar jadi penumpang. 

Aku mau transportasiku sendiri.



P.s.
Bukan bicara tentang moda transportasi green campus kok.
Haya/Afi| 2008-2022