Mar 6, 2016

Obat

Selalu ada perasaan janggal saat mengunjungi toko buku seorang diri. Alasan lain yang juga memunculkan kejanggalan adalah saat kunjungan tidak dijadwalkan.

I had myself in a mellow tone by the time I stepped on not a coincidence visit to a bookstore by myself.

September lalu tanpa terhindarkan, ku beli buku yang kurasa tak akan pernah cocok untuk kubaca. Bukan, bukan teenlit. Satu tingkat di atas itu. Lebih dalam, lebih realistis tetapi itu semua tentang cinta antara dua manusia. ERGH.

Lalu kali ini, perasaan janggal itu datang lagi. Kakiku kembali mengantar ke barisan buku yang akan kusesali jika membelinya. Perasaan aneh yang minta dituruti, minta dihadapi dengan cengeng, kalau bisa ditambah air mata. Minta dihadapi dengan halus, dengan berbagai kata manis dan dukungan biar menjadi optimis. Minta dielu-elukan agar menjadi primadona dibanding perasaan lainnya. Sok manis sekali perasaan janggal itu.

Demi kekuatan yang tentu saja bukan kekuatan bulan, demi kekuatan yang biasa disebut sebagai kesemuan karena kejemuan akan perasaan janggal, demi kekuatan yang terkesan menyalahi aturan natural, demi rasa senang akan perlakuan yang disebut masa bodoh, denial, manipulasi, ku buang perasaan janggal dengan secara sigap mengambil buku yang entah tentang apa isinya untuk menggeser rasa janggal itu. Lalu, aku terobati.

Kubeli buku yang tidak pernah ada di list keinginan, pernah mendengarnya saja tidak. Semuanya demi mengenyampingkan perasaan tolol untuk membeli buku tolol yang bisa memperpanjang perasaan janggal. Terima kasih, buku yang berhasil menjadi obat.


Kepada buku,
Semoga kamu benar-benar obat, benar-benar candu agar tidak ada penyesalan.
Haya/Afi| 2008-2022