Jan 13, 2018

Determining Bare Necessity

Dalam perjalan kembali dari Nikko, Tochigi. Hahahahaha nggak suka sesungguhnya cerita-cerita a la kronologi. Tapi, iya, aku nggak bohong. Sedang kembali menuju Ami Town setelah main salju di prefektur tetangganya Ibaraki.

Ini kali kedua aku main salju setelah Senin lalu banting tulang, gelosor badan, nyeri pantat akibat seluncuran pakai papan salju di prefektur Fukushima. Papan saljunya yang model dikunci di kaki terus kalau jago ya bikin keren lah, kalau nggak ya bikin trauma.

.
.
.
These lines are to sum up my first and second snow experiences: Manusia, kamu memang nggak perlu sombong. Tolong deh, sebagai makhluk ekonomi--yang suka bikin keputusan bijak dalam menata urusan finansialmu--kamu bisa kan ya menaruh sedikit usaha untuk bedain antara kebutuhan dan keinginan? Coba kali ini terapin dan posisiin sombong sebagai sebuah komoditi. Selama ini, sombongmu tuh ya harusnya cuma keinginan semata. Nggak ada yang namanya sombong tuh masuk ke daftar bare necessity. Aduh, nggak bakal deh.

Sombong bahkan nggak seharusnya jadi keinginan yang berujung guilty pleasure. Kupikir harusnya aku sebagai manusia merasa trading kesombongan cuma berujung guilty-guilty tanpa pleasure sama sekali. Ya, foya-foya yang bikin 'miskin' aja gitu. Kalau investasi ya, bodong maksimal.
.
.
.

Itu sum up-nya. Panjang juga ya, Fi.

Jadi, dapat apa di salju?
Selain dapat kulit pecah-pecah dan kaki yang mati rasa, aku--lagi-lagi--dapat kenyataan kalau manusia cuman salah satu keindahan yang bisa disyukuri. Ada hal lain yang juga diciptain untuk disyukuri, contohnya: gunung es.

Megah, cantik, dan nggak suka protes. Padanya ada tumbuhan dan berbagai makhluk yang kurasa tunduk patuh nyebut nama Tuhan setiap waktu. Makanya indahnya tanpa cacat. Outer dan inner beautynya full.

Manusia, kamu tuh suka kalah cantik kalau sombongnya udah keluar. Berlagak megah padahal kecil, berlagak cantik padahal semu. Terus suka protes. dan kalau disuruh tunduk seringnya alpa.

Langit di atas pegunungan salju juga menawannya luar biasa. Nganga kamu kalau disodorin pemandangan macam itu terus. Waduh waduh, Pelukismu agung nian.

Padahal langit ada dimana-mana. Selalu di atas kamu. Si Cantik Menawan itu selalu hadir di hari-hari kamu, tapi kamunya sukanya nggak acuh, cuih! Kamu tahukan yang ngelukis si Langit ya sama juga sama yang ngelukis kamu sebagai manusia. Kamu bisa cantik banget, tapi ya sekali lagi deh aku ulang: kalau nggak pakai sombong.

Hadeeeh.

Udah deh, sering-sering perhatiin hal-hal lain yang cantik di sekeliling kamu. Biar kamu tahu, sombongmu itu emang sebenarnya ya, cuma keinginan semata. Kamu nggak butuh itu.

Nggak mesti ke gunung es sih. Apa dong?

Lah, jangan nanya terus. Liat! Di-iqro itu segala sesuatu yang ada di sekelilingmu. Rekanmu juga bisa jadi hal-hal yang kamu syukuri dan sebagai pengingatmu kalau hal cantik tuh banyak banget.

Hadeeeeh.

Aku cantik juga sih. Dilukis sama siapa sih? Hehe
Afi Wiyono.

Haya/Afi| 2008-2022